Selasa, November 10, 2009
Lie Detector VS Hipnotis
Melihat acara di televisi kita sambil nonton acara reality show ternyata ada suatu fenomena yang cukup menarik.
Manakala hampir di setiap televisi kita tercinta pada saluran berita dan breaking news masih juga membahas permasalahan KPK VS POLRI.
Bagi para koruptor bahkan sampai dengan aparat yang notabene seorang "jenderal" kenapa kepolisian kita "cenderung" lama dalam penanganan kasus tersebut. Untuk menggali informasi dari beberapa saksi kunci pihak kepolisian selalu mengandalkan sesuatu yang dinamakan "Lie Detector Machines" untuk mendeteksi apakah seseorang bersaksi secara jujur atau berbohong. Iya kalau yang diiterogasi menggunakan lie detector tersebut adalah orang biasa mungkin tingkat keakuratannya bisa lebih tinggi. Namun apakah itu juga berlaku bagi saksi kunci dari pihak aparat kepolisian sendiri yang notabene sudah berpegalaman. Bukankah segala sesuatu "buatan" manusia pasti memiliki sisi kelemahan? karena manusia itu sendiri adalah makhluk yang lemah?. Bahkan dari beberapa diskusi online ada salah satu tokoh yang menyatakan bahwa "lie detector itu bisa dipelajari kok". Nah?..
Disaat yang bersamaan kita disuguhi tontonan acara "Uya Emang Kuya" yang di setiap show nya pasti menampilkan suatu suguhan hipnotis untuk "membongkar aib" orang tersebut yang tentunya akan ditayangkan apabila disetujui oleh si korban hipnotis tersebut. Dan terbukti hasil dari korban hipnotis itu hampir 100% tidak bisa mengelak untuk berkata apa adanya alias JUJUR.
Nah, mungkin sudah saatnya POLRI membuat aturan diperbolehkannya teknik hipnotis untuk meng-interogasi saksi kunci setiap kasus demi menyelamatkan NKRI. Dalam beberapa diskusi online juga sudah pernah dibahas bahwa densus 88 dalam menangani kasus "teroris" juga telah menggunakan teknik hipnotis untuk mendapatkan informasi sedetail-detailnya dari saksi kunci yang terlebih dahulu ditangkap. Walaupun dalam diskusi online yang lainnya membahas bahwa semua operasi densus 88 adalah sebuah "inspirasi" dengan dana dari pihak2 tertentu demi tercapianya sebuah tujuan penting bagi si penyandang dana. Berbicara tentang densus 88 yang fokus untuk menangkap para "teroris" yang dianggap membahayakan negara kita, kenapa POLRI juga tidak membentuk semacam densus 99 untuk difokuskan menangkap para Koruptor yang bukan hanya diduga tapi sudah pasti merugikan negara tercinta ini. Sehingga muncul pertanyaan kenapa "teroris" sekelas Dr. Azhari dan Noordin M Top yang levelnya sudah ASIA bisa dengan mudah tertangkap densus 88 namun belum pernah ada satupun teroris kelas kakap yang baru level Indonesia Singapura yang bisa tertangkap oleh POLRI kita tercita ini. Dari mulai pioneer Koruptor Indonesia "Si Edi Tansil" sampai detik ini tidak ada kabarnya sama sekali. Bahkan kasusnya mungkin sudah dicoret oleh daftar kasus di kepolisian negara kita tercinta ini. Mungkin juga diperlukan sebuah negara penyandang dana untuk pembentukan densus 99 bukan hanya KPK yang dengan mudah bisa dikebriri oleh aparat kita. Atau kita hanya akan menunggu sampai tangan-tangan Tuhan yang membentuk densus 99 melalui para malaikatnya yang bertindak melalui GEMPA BUMI, BANJIR BANDANG, TANAH LONGSOR, GUNUNG MELETUS, LUMPUR LAPINDO, SITU GINTUNG, TSUNAMI, ANGIN TORNADO, dan lain-lain?. Sehingga tidak ada bedanya antara manusia baik dan manusia jahat. Karena para aparat negeri ini yang notabene pemegang keputusan dan hukum serta keadilan bisa dengan mudahnya menjual hukum dan keadilan dengan murahnya demi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Na'udzubilah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar