Sabtu, Oktober 24, 2009
Perajin Pawon Pucung-Ngawi Terpuruk
NGAWI- Para perajin pawon di Dusun Pucung Kelurahan/Kecamatan Kasreman tidak se-eksis lima tahun silam. Permintaan tinggi dan harga yang ditawarkan relatif stabil. Paska pemberlakuan konversi elpiji beberapa bulan terakhir, getah penurunan omzet mulai dirasakan. Bahkan, mereka kian tersingkir seiring kurangnya perhatian dari pemerintah daerah setempat.
Kerajinan pawon sempat menjadi ikon daerah ini, sebagai produk unggulan. Warisan turun temurun itu terus eksis ditengah-tengah sumber kehidupan warga. Mayoritas warga pun berbondong-bondong menggeluti seni kerajinan yang penuh resiko tersebut. Maklum, mereka harus menggali tanah sedalam 10 meter. Dan, kemudian membuat terowongan untuk mencari bahan dasar pembuatan pawon. ''Setelah permintaan turun, warga mulai mengkesampingkan. Dan, berpindah kelahan pertanian,'' ungkap Sriyanto salah seorang pengrajin.
Program konversi yang dicanangkan pemerintah pusat secara tidak langsung turut menghimpit para pengrajin kedalam keterpurukan. Hasil jerih payahnya lambat laut ditinggalkan masyarakat. Praktis peralatan dapur yang mereka produksi mulai tersisihkan. Dan, hanya warga yang bermukim dipinggir hutan saja yang tetap menggunakan pamon sebagai sarana memasak. ''Warga pinggir hutan lebih menyukai kayu bakar ketimbang menggunakan elpiji. Untuk itu kami hanya membuat berdasarkan pesanan saja,'' katanya.
Biasanya, warga berkelompok dalam memproduksi pawon. Empat orang pekerja setiap harinya hanya mampu membuat lima pawon. Belum lagi proses pembakaran yang membutuhkan waktu semalam. Berbeda sebelum pemberlakukan konversi. Memproduksi lebih dari 10 buah per harinya. Mengingat pemasaran tidak sesulit sekarang ini. ''Percuma saja kami memproduksi banyak, toh hanya beberapa saja yang laku. Lantas sisanya untuk apa ? lebih baik sedikit-sedikit tapi tetap laku dipasaran,'' terangnya. (dip/tya)
Sumber : Jawa Pos
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar